Dibanding semua nama lelaki yang berambisi jadi calon presiden, suka-tak suka harus menyebut Gita Wirjawan sebagai kandidat terkuat, dan relatif paling mungkin. Ia memiliki segalanya: tampang yang ganteng, harta yang cukup, pengalaman memadai, dan dukungan rezim yang butuh estafetnya aman, serta back up dunia internasional yang tak bisa diremehkan.
Wajah gantengnya, jelas fotogenik. Cocok dipampang mengapit lambang negara Garuda. Ingat, Pak SBY bahkan pernah mendongkrak bobot kegantengannya dengan cara menghilangkan tahi lalat jumbonya.
Hartanya, konon cukup banyak. Wong sekolahnya saja di Texas, lalu ke Harvard, lantas lama melanglang buana ke negeri seberang, dan kembali ke Jakarta mencapai puncak karir profesional sebagai Presiden Direktur JP Morgan Indonesia, sebuah perusahaan berbau keuangan yang induknya di Amerika sana, punya kekayaan luar biasa besar. Kiprah bisnisnya sempat menyita perhatian pebisnis Indonesia, ketika Ancora Capital, perusahaan investasi sektor energi dan sumber daya alam yang dipimpinnya mengambil alih sebagian saham PT Bumi Resources Tbk.
Dengan kekayaan yang dimilikinya, maka tak terlalu mengejutkan jika ia dan tim suksesnya (walau masih dalam tahap kandidat capres konvensi Partai Demokrat) sudah bekerja sangat serius. Ranah online maupun offline digarapnya. Gambar wajah dan/atau namanya bertebaran di mana-mana, lewat baliho di kompleks bandara, di bus-bus Damri Bandara Soekarno-Hatta, di bangku sandaran penumpang kereta api, di Koran-koran, televise, Internet, dan buanyak lagi.
Tak ketinggalan, ia dan timnya mengerahkan daya dan dana untuk menguasai social media, termasuk menggerakkan postingan berbayar, tweet berbayar, dan entah apa lagi. Satu postingan blog saja, rata-rata dibayarnya Rp 1,5 juta, yang tentu saja kian mahal jika review tentang dirinya ditulis oleh blogger-blogger papan atas.
Duitnya dari mana? Tanyakan saja kepada Gusti Allah. Semoga jabatannya sebagai Menteri Perdagangan tidak membuat bawahan atau timnya ikut mengalokasikan dan menjarah duit rakyat. Wong dia berasal dari partai yang mengaku bersih, tidak korup! Ya, kaaann??
Jadi, begitulah kehebatan Pak Menteri penyuka musik jazz sekaligus piawai bermusik ini. Klop dengan mentornya yang pengarang lagu, yang lagu-lagunya selalu menduduki tangga teratas acara-acara resmi kenegaraan!
Nah, sebagai orang dari lingkaran SBY, kayaknya hanya dialah yang diharapkan menerima tongkat estafet ‘kepemimpinan’ menantu Sarwo Edie Wibowo, yang namanya berkibar terkait operasi penumpasan G30S/PKI dan lama menjabat Ketua BP7 itu. Dan, setali tiga uang, SBY yang sangat dicintai Amerika, Gita pun merupakan sosok yang bisa dipastikan lebih disukai Amerika.
Masih ingat kelangkaan kedelai tempo hari, kan? Itu lho, ketika banyak penikmat tahu-tempe marah-marah karena harganya membubung karena langka bahan baku. Asal tahu saja, kedelai yang beredar di pasaran kita, kebanyakan diimpor dari Brazil, tapi lewat Amerika. Ada bandar kedelai di negerinya Obama itu, yang punya kuasa menentukan harga. Dan, kedelai itu, sejak jaman Soeharto, yang diimpor dari sana, dan lewat jalur perdagangan ‘tradisional’, yakni via Amerika.
Ketika Gus Dur jadi presiden pernah melobi pemerintah Brazil dan berhasil melakukan impor langsung, tidak lewat broker di Amerika. (Asal tahu saja, kebutuhan kedelai kita (tahun ini) sebanyak 2,5 juta ton/tahun, dimana 70 persen diantaranya merupakan kedelai impor!) Saya yakin, kejatuhan Gus Dur pada 2001 juga disponsori Amerika karena sikap Gus Dur yang tak bisa menjadi golden boy-nya semua rezim negeri Paman Sam sebagaimana SBY, dan terbukti telah merugikan kepentingan Amerika mendikte dunia di semua sektor.
Nah, sebenarnya, ya di situlah kuncinya. Amerika sangat berkepentingan dengan Indonesia. Perusahaan-perusahaan Amerika menguasai banyak aset sumber daya alam Indonesia. Penduduknya yang besar dan tingkat perekonomian sedemikian bagus adalah potensi pasar bagi produk-produk mereka. Selain itu, secara geopolitik, Indonesia punya peran signifikan, baik di level ASEAN maupun dunia, khususnya di negara-negara berpenduduk muslim. Di situlah Indonesia sangat strategis. Bukan sebagai sekutu, tapi negeri binaan.
Dibanding Prabowo, Amerika jelas prefer ke Gita. Abu Rizal Bakrie, meski berasal dari partai besar, dan Golkar (bersama Soeharto) pernah ‘sohiban’, ia tetap dianggap propribumi dan lebih dekat ke Korea atau Jepang. Sementara kedekatan Dahlan Iskan dengan China, saya yakin kurang disukai Amerika, sebab negeri tirai bambu itu menyimpan potensi pengganggu kepentingan mereka.
Khusus Prabowo, jelas sudah ketidaksukaan Amerika. Buktinya, tak ada visa yang membuatnya bisa menginjakkan kakinya di Amerika. Soal kasus penculikan dan isu pelanggaran hak asasi manusia yang ditimpakan ke Prabowo, sejatinya ya akan gitu-gitu aja. Hanya dijadikan amunisi untuk menghantamnya, kelak saat pencalonannya. Tentu, kecuali Amerika bisa diyakinkan Prabowo bahwa jika ia menang kelak, bisa bersahabat dengan mereka.
Nah, soal Megawati atau Jokowi, saya kira Amerika juga tak suka-suka amat mengingat keinginan kuat Jokowi mengupayakan penguatan perekonomian bangsa sendiri dengan bertumpu pada kelebihan-kelebihan lokalitasnya. Belum lagi jika dikaitkan dengan PDIP yang secara ideologis, akan bertentangan dengan kepentingan Amerika yang sangat mengagungkan rezim pasar bebas.
Dan, jika kembali ke Gita Wirjawan, maka klop sudah. Ia saya sebut sebagai setengah Amerika, sehingga pencalonannya kelak akan didukung mereka secara sungguh-sungguh. SBY pun pasti lebih berkepentingan dengan Gita, sosok yang didongkraknya lewat konvensi Demokrat, yang di sini saya sebut sebagai sandiwara sesaat.
Papua, Kalimantan, Maluku, Sumatera dan semua kepulauan di Indonesia, sangat kaya akan sumber daya, alam maupun mineral. Di sanalah aneka kepentingan dipertaruhkan. Dan bagaimana dengan Gita Wirjawan?
Silakan simak saja perannya sebagai wakil rakyat Indonesia terhadap WTO, organisas perdagangan dunia yang dikendalikan Amerika. Mampukah ia memangkas mata rantai perdagangan kedelai yang menguntungkan bangsa kita? Atau, mampukah ia memperjuangkan nasib petani tembakau yang dikeroyok WTO, Bloomberg dan WHO sekaligus, dengan membuat stigma, seolah-olah tembakau adalah racun kehidupan?
Jadi, silakan tentukan sendiri: menggadaikan masa depan bangsa Indonesia atau memperjuangkan kesejahteraan bangsa kita secara jangka panjang? Andalah pemilik suara, penentu merah atau putihnya sejarah bangsa kita. Hidup Gita! Eh, hidup Amerikaaa!!!
aku cuma copas artikel doank kan artikel ada manfaat toh -_______________________-
0 komentar:
Posting Komentar
`Silakan berkomentar apa saja yang penting mengandung hal-hal yang positif, sopan dan menjaga etika blog saya.
`spam! SARA! NEGATIF THINKING! DIHAPUS BAKALAN DICIVOK KAMBING lu
`Gak Koment??? Ayam Ngambang haha xD
Sekian dan terima es krim ^____________^